Rabu, 02 Oktober 2013

Pendakian Gunung Lawu 3265 MDPL



Sebelum menjalankan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di RSUD Panembahan Senopati, bantul, jogjakarta. Kali ini saya berkesempatan untuk menjelahi alam gunung lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yahh sebelum berpusing ria lebih baik bersenang senang dahulu.

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous. 
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi. 
 
Sebelum melakukan PKL saya menemui salah seorang teman. Bagaikan gayung bersambut Dia pun menyetujui untuk berangkat bersama ke Gunung Lawu. Hari itu tanggal 26 Januari kami langsung menuju Stasiun Senen Jakarta untuk membeli tiket dan berencana berangkat untuk tanggal 30 Januari. Tanggal 27 Januari kami packing dan mencari barang yang sekiranya belum tersedia. 
 
Minggu 30 Januari 2012, pukul 18.30 kami berangkat dari rumah menuju Stasiun Pasar Senen. Di stasiun kurang lebih 3 jam kami menunggu kereta yang ternyata telat 1 jam dari jadwal. Pukul 22.30 akhirnya kereta yang kami nantikan datang juga. Kami naik kereta Progo jurusan Yogyakarta Lempuyangan.

Sekitar 10 jam kami di dalam kereta diisi dengan tidur-tiduran saja, sampai di Yogyakarta pukul 08.00 pagi. Sampai di Yogyakarta kami bingung karena saudara dari teman saya sedang tidak berada di Yogyakarta. Kami putuskan untuk langsung menuju Solo menggunakan bus, karena jika menunggu kereta Prameks jadwalnya terlalu siang. Langsung menuju terminal Giwangan dengan bus 3/4. Dari terminal kami naik bus jurusan Solo, entah apa nama bis-nya. Sempat panik naik bis ini, si supir bus mengendari seperti ugal-ugalan dan lumayan kencang. Di dalam bis kami gak bisa tenang lumayan bikin jantung naik turun seperti naik roller coaster. 

Alhamdulillah pukul 10.30 kami tiba di Terminal Tirtonadi Solo, lega rasanya turun dari bis gila itu. Kami bingung untuk menitipkan barang-barang PKL saya. Karena selepas perndakian ini  saya akan menetap di Jogja untuk PKL. Mau mendaki malah bawa barang-barang PKL kan malah menambah beban barang bawaan. 
 
Kami putuskan untuk tetap membawanya saja dan menitipkan di basecamp pendakian. Dari Solo kami naik bus jurusan Tawangmangu. Tiba di Tawangmangu sekitar 12.30. Tanpa basa basi langsung mencari colt yang menuju Cemoro Sewu. Sampai di Basecamp  pendakian Cemoro Sewu sekitar pukul 13.15. Kami beristirahat sejenak dan mencari makan, karena sedari malam perut kami  belum terisi nasi sedikit pun.

Dua mangkuk soto memanjakan perut ini, sebenarnya kurang kenyang tapi lumayan lah buat tenaga nanti berjalan.  Kami mengobrol dengan orang-orang yang ada di basecamp. Ternyata kemarin Gunung Lawu sempat ditutup karena sering terjadi badai angin. Kami pun dipersilakan jalan akan tetapi tidak dipungut biaya masuk karena memang masih ditutup jalur pendakian ini.
 
Pukul 14.30 kami mulai berjalan, dengan derigen yang terisi full dengan air. Karena kami belum tau sama sekali letak mata air di gunung lawu ini, maklum ini pendakian perdana di Gunung Lawu.  Kami terus berjalan santai menyusuri jalan setapak yang landai dan kadang menanjak. Satu jam kami berjalan tiba di Pos 1.
Berhenti sejenak di pos ini untuk minum dan mengambil nafas. Lanjut jalan lagi dengan sesekali berhenti untuk mengambil nafas. kurang lebih satu jam kemudian kami tiba di Pos 2 dan bertemu dua orang peziarah yang memang mau pergi ke atas juga.  Di pos ini hujan rintik-rintik mulai turun, kami mengobrol dengan dua orang peziarah tersebut.
 
Sepuluh menit kami beristirahat di pos 2, kami memutuskan untuk melanjutkan pendakian tersebut, hujan rintik-rintik langit mulai gelap menyertai perjalanan ini. Seketika langit benar-benar gelap. Sialnya kami hanya membawa satu headlamp sehingga kami berjalan beriringan bersama. Langkah mulai lemas dan malas sehingga banyak berhenti di tengah jalan. Pukul 06.30 kami tiba di Pos 3. Di pos ini hujan begitu deras turun, angin pun terasa kencang sekali. saya rasa ini mungkin badai, karena sempat menerbangkan seng-seng shelter pos 3.

Kami putuskan mendirikan tenda malam ini di dalam shelter pos 3 yang terhindar dari angin. Setelah tenda berdiri kami masak air untuk kopi dan mie. Santai-santai di dalam tenda, menikmati suara gemuruh hujan angin di luar sana. Kami tak mengetahui apa-apa soal kemistisan pos 3 ini, maka dari itu kami berdua santai saja dan menikmati pendakian ini. Terasa beberapa kali tenda bergoyang seperti digoyang-goyangkan dari luar. seperti ada yang menendang-nendang frame tenda. Kami bawa santai saja dan tidur, karena memang kami sudah kelelahan setelah perjalanan di kereta semalam.
Pukul 05.30 saya dibangunkan teman saya kami kembali masak nasi untuk mengisi perut. Di luar  terdengar hujan telah berhenti, Kami terus berdoa agar cuaca bagus menyertai perjalanan pagi ini.  Setelah makan dan berberes tenda packing kembali. Pagi itu pukul 07.45 kami mulai berjalan lagi.

Entah mengapa kami berjalan seperti lemas sekali tanpa gairah semangat yang menggebu seperti kemarin. Berjalan dengan santai sekali boleh di bilang kami berdua banyak sekali berhenti. Hingga akhirnya saya memuntahkan isi perutnya pagi itu. Saya pun terasa sangat pusing saat berjalan. Namun, pagi itu kami hanya memiliki keyakinan bahwa kami akan sampai di puncak siang ini.
Yang kami miliki hanya niat tulus untuk bersahabat dengan alam Gunung Lawu. Setelah satu jam berjalan akhirnya kami menemukan pos 4.  Seperti kembali lagi semangat kita yang hilang, kami berjalan mulai cepat dan berirama. Apalagi setelah setengah jam berjalan  kami menemukan pos 5, semakin bersemangat saja kami saat itu.
Di pos 5 kami sempat kesasar, karena malah mengikuti jalan setapak yang kekiri. Banyak tanda-tanda kehidupan di jalan setapak itu. akan tetapi yang kami temukan hanya sebuah pelataran luas yang ditumbuhi rumput liar ( mungkin menuju tempat pertapaan).  Kami putar balik hingga ketemu jalan setapak bebatuan lagi dan menyadari bahwa kami salah mengambil jalur yang seharusnya  lurus saja.
Lanjut jalan lagi sampai akhirnya kami tiba di Sendang drajat. Santai sejenak dan membakar sebatang rokok. Perut kami kembali lapar, akhirnya lanjut menuju Hargo Dalem. Sampai di Hargo dalem kami menuju warung Mbok Yem. Pesan teh manis panas untuk menyegarkan tubuh kembali.

Pukul 12.30 kami menitipkan Keril dan daypack, hanya membawa tas kamera saja ke Puncak Hargo Dumilah. Treking di jalur berbatu yang labil dan terjal, 10 menit kami sedikit berlari menggapai puncaknya.
Alhamdulillah kami tiba di Puncak Hargo Dumilah 3265mdpl. Kami duduk dengan mulut berdecak kagum, karena cuaca saat itu cerah dan sangat indah. Berfoto ria adalah menu utama jika di Puncak Gunung, karena tidak ada apapun yang boleh diambil kecuali foto atau gambar. 



Satu jam kami di puncak, kabut mulai datang mendung pun mulai terlihat. Kami bergegas turun. Turun melalui jalur yang sama menuju warung Mbok Yem. sampai di warung kami memesan nasi pecel dan teh manis. Lapar yang sedari tadi mengganggu kini sudah hilang.
Kami berniat untuk bermalam di warung ini, akan tetapi takut memakan waktu panjang. kami putuskan untuk kembali hari itu juga. Setelah kami berpamitan kepada Mbok Yem, kami berjalan cepat. Sedikit berlari-lari kecil untuk mengejar waktu agar tidak kemalaman.
Setiap pos kami lewati satu persatu. tersisa hanya setengah botol air, kami lupa untuk mengisi air. Kami paksakan untuk terus turun dengan irama cepat dan sedikit berlari. Akhirnya terhitung 2,5 jam kami sampai di pos pendakian Cemoro Sewu, tanpa minum tanpa berhenti.
Sampai di pos Cemoro Sewu kami langsung santai-santai makan baso panas. Memang di basecamp ini sedang ada latihan Kopasuss, Kami mengobrol-ngobrol dengan anggota Kopasuss. Ternyata bener dugaan saya, bahwa di pos 3 itu makhluk gaib-nya rada jahil.  Biasanya mereka menggoyang-goyangkan tenda para pendaki. Mendengar cerita dari Kopasuss dan rangger Lawu tersebut saya jadi merinding, karena saya merasakan apa yg mereka ceritakan.

Sore itu juga kami pulang bareng ke Solo dengan rombongan dari Jakarta. Dengan mencarter colt sampai Stasiun Jebres Solo.  Pukul 20.00 kami tiba di stasiun Jebres Solo. Niatnya saya bergabung untuk pulang ke Jakarta karena teman saya harus PKL ke Jogja. Namun, saat itu tidak ada kendaraan ke jogja, jadi saya menginap satu malam di stasiun jebres untuk menunggu kereta api Prameks di pagi harinya.

Semalaman kami begadang di stasiun dan bercerita cerita dengan para pedagang disana. Pagi harinya kami naik Madiun Express pukul 07.30. Sampai jogja sekitar pukul 09.30. Sampai stasiun lempuyangan jogja kami langsung naik ojek menuju Bantul karena saya akan PKL disana.

Di bantul kami mencari rumah kos-kosan disana dan akhirnya dapat di belakang RS. Panembahan Senopati. Hari itu temen saya berniat bermalam satu malam di kos-kosan tersebut.

Keesokan harinya temen saya pulang menuju terminal Giwangan Jogja untuk mencari bus yang ke Jakarta. Sampai akhirnya saya meninggalkan kota Jogja pukul 16.00.

Terima Kasih, Sampai Jumpa di Perjalanan Selanjutnya. .


 Estimasi Biaya :

Jakarta       - Jogja ( KA. Progo )      = Rp. 35.000
Jogja          - Solo ( Bus )                  = Rp. 10.000
Solo           - Tawang Mangu ( Bus )  = Rp. 10.000
Tw. Mangu - Cemoro Sewu ( Elf )     = Rp.  7.000
                                                           __________
                                                            RP. 62.000







Selasa, 01 Oktober 2013

3 Hal Penting Saat Packing Ransel

 


1. Lindungi Sleeping Bag
Ransel umumnya memiliki ruang khusus untuk menyimpan sleeping bag yakni di bagian bawah ransel. Selain itu pastikan sleeping bag terlindung dari udara basah dan lembab. Ide yang bagus untuk selalu membawa kantong plastik sampah besar dan dimasukkan ke ransel hingga ke bagian bawah. Jadi jika hujan sleeping bag akan lebih terlindungi.
2. Seimbangkan Beban
Bawalah pakaian, peralatan masak, dan makanan dalam kompartemen utama. Peralatan yang berat harus dipacking di dalam yang dekat dengan punggung untuk membuat keseimbangan yang tepat. Akan membantu juga jika memakai pakaian sebagai penghalang antara punggung dengan peralatan berujung keras seperti peralatan memasak atau botol bahan bakar. Perlengkapan yang beratnya sedang diletakkan di atas dan di bagian luar dari ransel. Atur perlengkapan dalam kantong berwarna-warni atau berkode, karena akan membuat packing lebih mudah dan akan membantu dengan cepat menemukan barang yang dicari.
3. Simpan yang Penting di tempat yang Mudah
Simpan kacamata hitam, peta, kompas, altimeter, GPS, botol air, kamera, pisau lipat, dan perlengkapan kecil lainnya yang sering dibutuhkan di kantong luarmudah diambil. Konsisten menyimpan setiap perlengkapan dalam kantong yang sama atau lokasi yang sama. Setelah memiliki kebiasaan packing rutin, maka akan mudah menemukan perlengkapan setiap membutuhkannya. (Hendri Agustin) Dari majalah Mountmag edisi 1
 
Menurut saya packing memang seni tersendiri bagi setiap orang yang melakukannya. Tapi untuk 3 hal penting diatas memang sangat penting untuk dilakukan untuk kenyamanan dalam pendakian anda.

Sumber :  http://www.janu-jalanjalan.com/2012/03/3-hal-penting-saat-packing-ransel.html

Senin, 30 September 2013

Kematian Pendaki Gunung Berawal Dari Kurangnya Perlengkapan

 

 


Tulisan ini diambil dari Buku Norman Edwin "Catatan Sahabat Sang Alam". Tulisan ini juga pernah dimuat dalam surat kabar Suara Pembaruan, Sabtu, 14 maret 1987. Maksud saya mecatat dan menulisnya kembali bertujuan agar para pelaku kegiatan alam bebas khusunya pendaki gunung dapat sama-sama belajar dari kejadian masa lalu. Sehingga kejadian-kejadian yang tidak diinginkan tidak terulang kembali. Berikut isi dari tulisan Norman Edwin :

Jakarta, Sabtu 14 Maret 1987
Menteri Kehutanan Soedjarwo dalam waktu dekat akan mengeluarkan ketentuan dan peraturan untuk dipatuhi pendaki gunung. Diantaranya dengan tes kesehatan akibat banyaknya pecinta alam alam yang tewas ketika mendaki. Disinyalir banyak pendaki gunung yang tidak membawa perlengkapan cukup, bahkan ada yang bersendal jepit aja. Di bawah ini adalah analisa masalah pendakian gunung di negeri kita berdasar pengalaman Norman Edwin, seorang wartawan yang merangkap penjelajah alam.
Kesulitan utama bagi para pendaki gunung Indonesia adalah langkanya buku tentang teknik mendaki gunung. Kalaupun ada umumnya buku itu berbahasa asing. Beberapa buku berbahasa Indonesia tentang hal ini masih belum digarap secara profesional, artinya belum bisa dipakai oleh pendaki gunung Indonesia.


Untuk pendakian gunung di Indonesia yang berhutan dan beriklim tropis, perlengkapan yang diperlukan agak berbeda dibanding kalau kita mendaki di daerah subtropis di Eropa atau Amerika. Hutan yang lembab dan lebat, juga cucuran hujan yang sering terjadi, membuat teknik mendaki gunung di Indonesia mempunyai dimensi yang khas. 
Perlengkapan utama dari kegiatan yang mengandalkan kemampuan berjalan kaki ini tentunya adalah sepatu. Sepatu yang digunakan harus mempunyai sol yang baik dan terbuat dari karet atau karet sintetis. Banyak pendaki pemula yang melakukan kesalahan dengan memakai sepatu dengan sol kulit. Sol jenis ini membuat pemakainya gampang tergelincir dan ini berbahaya, terutama untuk gunung-gunung di Indonesia. Sol sepatu juga harus mempunyai "kembang" yang besar sehingga mampu "mengigit" medan yang licin. 
Perlengkapan lain adalah ransel. Dengan rasel, berat beban yang dibawa pendaki gunung gampang dibawa, karena titik berat jatuh tepat di pundak dan punggung. Kalau dibawa dengan tas biasa, beban itu akan ditahan oleh bagian-bagian yang tidak sekuat pundak dan punggung, misalnya oleh pinggang. Pengepakan barang dalam ransel juga seringkali mempengaruhi pembawanya. Barang yang berat harus diletakkan paling atas, ini sangat penting agar beban di dalam ransel itu tepat jatuh di pundak dan punggung, bukan ditempat lain.
Jeans Berbahaya. Setelah itu adalah pakaian. Banyak pendaki gunung yang mengira bahwa memakai celana jeans adalah praktis dan tahan robek. Sebenarnya memakai jeans bisa membahayakan pendaki gunung, lebih-lebih di gunung dengan curah hujan yang besar seperti di Indonesia. Bahan celana ini sukar sekali kering kalu basah. Kalu sudah begini, badan pemakainya akan selalu kedinginan. Ini akan mempercepat menurunnya panas badan karena cuaca dingin di gunung. Yang terbaik bahan celana adalah dari katun.
Karena kemungkinan hujan besar sekali di gunung, maka jas hujan atau jaket hujat penting sekali dibawa. Sering sekali kasus kematian di gunung berawal dari tidak dibawanya perlengkapan menahan hujan ini. Bdan yang basah karena tidak dilindungi dengan jas atau jaket hujan menyebabkan panas badan pendaki gunung menurun cepat sehingga tidak mampu lagi menghasilkan energi yang diperlukan. Lebih-lebih kalau sumber energi makanan tidak lagi tersedia karena sudah habis. 
Diremehkan. Setelah berjalan seharian, malam hari badan harus diistirahatkan agar cukup tersedia energi untuk pendakian berikutnya. Untuk itu seorang pendaki gunung memerlukan tempat yang nyaman dan hangat. Sebuah tenda yang baik diperlukan. Banyak kesalahan diperbuat pendaki pemula dengan meremehkan peranan tenda. Tanpa tenda, seorang pendaki gunung tidak dapat beristirahat dengan baik. Mungkin sepanjang malam dia tidak bisa beristirahat karena tidur di tempat terbuka atau di bivak yang kurang baik. 
Udara gunung yang dingin membuat pendaki gunung harus mampu menjaga panas badannya. Untuk itu sebuah kantung tidur (sleeping bag) diperlukan. Sepanjang malam badan jadi hangat dan mampu untuk menghadilkan energi untuk pandakian besoknya. 
Di gunung tropis, tidak bisa diharapkan pemakaian kayu untuk memasak. Karena itu, kompor harus masuk dalam perlengkapan yang harus dibawa. Sekarang ini banyak jenis kompor yang ringan. Kompor pompa yang memakai minyak tanah banyak dipakai untuk mendaki gunung-gunung di Indonesia. 
Seorang pendaki gunung memerlukan 3000 sampai 4000 kalori setiap hari dalam melakukan kegiatannya. Ia harus mampu memperthitungkan ini. Udara yang dingin menyebabkan seorang pendaki memerlukan kalori yang tinggi utnuk menghasilkan energi yang diperlukan.
Kompas dan Peta. Perlengkapan lain yang tak kurang penting adalah senter, golok, obat-obatan, dan lain-lain. Unsur lain yang menetukan keberhasilan pendakian gunung adalah keterampilan membaca peta dan menggunkan kompas atau altimeter. Kondisi hutan Indonesia yang mengharuskan pendaki gunung Indonesia menguasai keterampilan ini. Keterampilan lain tentu saja ada, tali temali dan pengetahuan survival. 
Keadaan fisik pendaki gunung adal unsur yang tak kalah pentig. Setiap pendaki gunung harus mampu mengukur kemampuan fisiknya dalam mendaki gunung. Seperti atlet-atlet cabang olahraga lainnya, pendaki gunung harus menyiapkan fisiknya untuk melakukan kegiatan. Faktor ini yang sering kali dilupakan pendaki gunung pemula. Perlengkapan dan keterampilan memang penting bagi pendaki gunung, tetapi mengetahui kemampua fisik diri sendiri adalah faktor yang juga menetukan keberhasilan mendaki gunung.

Sumber : http://www.janu-jalanjalan.com/2013/03/kematian-pendaki-gunung-berawal-dari.html

Persiapan Untuk Mendaki Gunung

 

 
 Mendaki gunung bukanlah hal yang mudah. Tapi, hal itu lumrah dilakukan bila Anda punya persiapan matang sebelumnya. Berikut 10 hal yang perlu Anda siapkan sebelum terjun ke alam pegunungan.
 
1. Olahraga
Ini adalah hal terpenting sebelum melakukan pendakian. Tubuh harus fit serta terbiasa menghadapi medan berat. Alangkah baiknya bila Anda berolahraga rutin, setiap hari. Olahraga beberapa hari sebelum pendakian malah membuat badan Anda pegal. Tak perlu angkat beban atau melakukan olahraga berat. Anda cukup jogging minimal 30 menit dalam sehari, maka tubuh akan terus bugar.
2. Merencanakan perjalanan jauh-jauh hari
Merencanakan perjalanan tak hanya penting saat traveling ke perkotaan. Carilah informasi sebanyak mungkin tentang lokasi gunung, kondisi medan, lamanya perjalanan, hingga topografi dan jalur yang akan dilalui. Hal ini dilanjutkan dengan alokasi waktu perjalanan hingga penyediaan bujet.
3. Persiapkan identitas diri
Banyak orang menyepelekan hal ini, termasuk juga para pendaki. Padahal, identitas diri adalah hal terpenting bagi siapa pun yang akan bepergian. Tanpa identitas diri Anda tidak akan diizinkan masuk ke kawasan gunung atau pun taman nasional yang menaunginya. Bawalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas lain seperti Surat Izin Mengemudi (SIM) dan kartu pelajar/ mahasiswa.
4. Tinggalkan pesan atau catatan kepada keluarga dan teman terdekat
Siapa yang tak khawatir ketika mengetahui keluarga atau teman terdekatnya akan melakukan pendakian? Oleh karena itu, buatlah catatan untuk keluarga dan teman Anda tentang lokasi gunung, juga nomor yang bisa dihubungi di sana. Ini adalah langkah antisipasi bila telepon genggam Anda tak bisa dihubungi karena sulitnya sinyal, atau kehabisan baterai di tengah jalan.

5. Cek perlengkapan sebelum berangkat
Jangan lupa bawa perlengkapan yang memadai, pun cocok dengan medan dan cuaca. Sesuaikan beban yang akan dibawa, jangan sampai terlalu berat untuk tubuh Anda. Cek lagi daftar beberapa barang krusial: tenda, matras, sleeping bag, rain cover, jas hujan, jaket, baju ganti, serta P3K atau obat-obatan pribadi.
Lakukan packing secara efisien dan efektif, dengan mengisi tiap sisi backpack atau carrier dengan baik. Jangan biarkan ada barang apa pun menggantung di luar tas, walaupun gantungan kunci sekali pun. Hal itu akan mempersulit pergerakan Anda.

6. Bawalah bahan makanan sesuai kebutuhan
Tak perlu bawa seluruh bahan makanan dari rumah. Anda bisa membelinya di kota terdekat dekat lokasi gunung. Lebihkan jatah makanan untuk satu hari berikutnya, untuk antisipasi Anda terkena cuaca buruk atau tak bisa turun gunung dengan cepat.
Walaupun praktis dan ekonomis, mie instan bukanlah sumber karbohidrat yang tepat selama pendakian. Mie instan boleh saja dijadikan makanan sampingan, namun nasi harus menjadi sumber karbohidrat pokok. Mie instan akan menguras air di tubuh Anda, sehingga dehidrasi pun cepat terjadi. Padahal, dehidrasi adalah satu hal yang dihindari mengingat sumber air pegunungan yang minim.
7. Bawalah alat tulis dan pita berwarna
Hal ini juga seringkali dilupakan oleh para pendaki. Bawalah alat tulis, minimal satu buah pulpen dan notes/buku kecil. Selain itu, bawa juga pita berwarna. Hal ini dibutuhkan bila Anda memutuskan untuk berpisah dengan rombongan, atau setidaknya jalan duluan. Pita itu akan menuntun teman-teman Anda agar tak salah mengambil arah.
8. Perhatikan kesehatan tubuh
Walaupun sudah melakukan olahraga rutin, kondisi tubuh bisa saja sewaktu-waktu drop. Hal ini bisa menyebabkan banyak hal, seperti kelelahan bahkan pingsan di tengah pendakian. Jika beberapa hari sebelum pendakian Anda merasa kurang fit, lebih baik perbanyak istirahat. Jika H-2 kondisi belum juga membaik, lebih baik batalkan atau undur waktu pendakian. Tentunya Anda tak mau sesuatu yang buruk terjadi di perjalanan, bukan?
9. Kenali teman perjalanan
Mendaki gunung bisa dilakukan dengan siapa saja. Terlebih lagi, berbagai organisasi dan komunitas bisa menjadi wadah untuk menyalurkan hobi yang satu ini. Kenalilah terlebih dahulu teman pendakian Anda. Satu nilai lebih bila ia atau mereka pernah lebih dulu mendaki gunung tersebut. Dengan begitu, Anda tak perlu khawatir tentang medan serta kondisi gunung.
10. Melapor kepada petugas di pos pendakian
Ini adalah hal terakhir yang harus Anda lakukan sebelum pendakian. Tiap gunung punya pos pendaftaran masing-masing. Gunanya, untuk mencatat identitas diri dan memastikan Anda turun gunung tepat pada waktunya. Hal ini juga penting agar petugas setempat bisa langsung menghubungi pihak berwajib, keluarga, dan kerabat Anda.
Bila melakukan ekspedisi, maka petugas setempat akan meminta surat dari kepolisian. Namun jika ingin mendakinya saja, surat itu tidak diperlukan. Anda hanya perlu mencatat identitas diri dan membayar biaya retribusi yang cukup murah.

sumber :  http://travel.detik.com/read/2012/04/23/164603/1899474/1048/10-persiapan-sebelum-mendaki-gunung